Selasa, April 13, 2010

Gebrakan ODF sebagai langkah awal Kabupaten Sampang Sehat

Kabupaten Sampang..?? mendengar namanya kita pasti akan langsung terbersit pulau Madura, yang begitu menawan dengan keindahan malam ”Jembatan Suramadu”. Sungguh pemandangan indah yang membuat semua orang tertarik untuk mengunjunginya. Tak hanya hal tersebut yang menjadikan alasan orang datang ke Madura, tetapi seperti halnya pagi ini, Selasa 30 Maret 2010, Kabupaten Sampang menyelenggarakan perayaan yang meriah sehingga orang pun tertarik untuk mengetahuinya. Di Kabupaten Sampang yaitu di Kecamatan Sampang wilayah Puskesmas Kamoning, pagi itu suasana begitu ”heboh” dengan kesenian tradisional setempat. Mereka sangat antusias dan bangga dapat membuktikan dan berkomitmen kuat bahwa 10 desa di Wilayah Kamoning sudah terbebas dari BAB di sembarang tempat.
Semua merupakan buah kesabaran dan komitmen dari semua pihak yang bekerja bersama.Kabupaten Sampang adalah kabupaten yang mendapatkan Program SToPS pada batch -3 bersama 7 kabupaten lain di Jawa Timur sejak bulan Agustus 2009. Karakteristik secara umum masyarakat di kabupaten Sampang sebagian besar adalah masyarakat agamis. Hal tersebut sangat kental terasa ketika berada di Wilayah Puskesmas Kamoning Kecamatan Sampang. Seperti kita tahu selama ini, memasuki wilayah yang sangat agamis, merupakan tantangan tersendiri karena dianggap sulit, karena banyak aturan yang harus dicermati dan ditaati. Tetapi di Kecamatan Sampang justru hal yang awalnya terasa sulit, bisa menjadi mudah ketika kita mau mengikuti aturan maen dan dapat beradaptasi. Contohnya di Desa Panggung wilayah Puskesmas Kamoning kecamatan Sampang adalah salah satu desa sasaran program SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) yang memiliki karakteristik agamis kuat. Tetapi setelah 8 bulan intervensi dengan melakukan pendekatan ke tokoh agama, perubahan di komunitas dapat terwujud sebab pada umumnya di dalam komunitas agamis, masyarakat akan sangat tunduk dan menuruti apa yang diarahkan oleh tokoh agama, sehingga ketika tim fasilitator mengajak para tokoh agama dan perangkat untuk bersama-sama bergerak untuk memerangi buang air besar sembarangan dimana metode yang dilakukan dengan pendekatan melalui kajian agama, hasilnya sungguh luar biasa, dalam tempo singkat masyarakat desa Panggung menyatakan diri ODF. ODF bisa terwujud berkat perjuangan seorang Srikandi Sanitasi Kabupaten Sampang, salah satunya yaitu ibu Hastatik (petugas sanitasi Puskesmas Kamoning), dengan hanya berbekal ilmu pengetahuan (metode pemicuan) dari pelatihan CLTS dengan dana APBD tahun 2008, beliau bisa menyulap perilaku masyarakat agar tidak lagi BAB (buang air besar) disembarang tempat, dimana beliau melibatkan peran serta dari para kyai alim ulama, tokoh masyarakat (kepala desa), dukungan seluruh elemen / staf dari puskesmas beserta masyarakat.
Di Wilayah Puskesmas Kamoning, data dasar (nama per orang, pekerjaan, penghasilan sampai dengan BAB di mana) bisa di peroleh by name by address dengan dukungan staf kesehatan lingkungan di bantu bidan desa. Bahkan data dasar ini dilaporkan & di bukukan secara rapi sebagai bahan dasar analisis perubahan perilaku masyarakat. Dari data tersebut, di ketahui bahwa, sebagian besar masyarakat BAB di jamban, ada yang tidak sehat “kakos” orang madura mengatakan. Yakni jamban sederhana, dengan hanya menggali lobang pembuangan tinja dan di berikan cor-coran semen atau bambu sebagai pengganti wc leher angsa. Nah… ini, yang menjadikan semangat sanitarian untuk berjuang dan berjuang lebih gigih, agar kebiasaan ini bisa di ubah sedikit agar mereka (masyarakat) dapat dengan sadar hidup sehat dan nyaman, yaitu dengan dilakukan triggering dan memberikan pengetahuan bahwa kebiasaan tersebut kurang sehat dan berupaya agar masyarakat dengan sendirinya sadar untuk membuat tutup kakos dengan Sumber Daya Alam yang ada dan menutup jamban yang masih terbuka dengan rapat. Setelah masyarakat mau bergerak, baru terlihat bahwa ternyata program SToPS ini dapat dengan mudah diikuti masyarakat di Kabupaten Sampang, hal ini terlihat ketika diadakan pertemuan aparat desa, masyarakat sangat antusias, bahkan tetangga desa/ masyarakat yang baru mendengar bahwa BAB di sembarang tempat bisa membahayakan orang lain, masyarakat tersebut langsung membuat jamban yang sehat meski sederhana dalam pembuatannya. Karena kita tahu, orang madura mayoritas sangat menjunjung tinggi nama baik dan berusaha untuk tidak menyakiti dan membuat sesama menderita karena kesalahan dan perilaku kita, sehingga ketika dipicu bahwa dengan BAB sembarangan berarti sudah membuat maksiat dan derita bagi sesama yang lain, bagi orang madura hal itu adalah “tabu” dan memalukan sehingga kalau sudah terpicu / menyadari, langsung saat itu juga akan membuat dan berubah ke jamban (terpusat).Kunci perubahan yang cepat, selain men-triger dengan metode pendekatan berdasar karakteristik setempat, Masyarakat menantikan peran serta toma & toga dalam perubahan perilaku tersebut. Meski hanya di monitoring dalam proses pembuatan jamban, masyarakat sudah merasa bangga dan merasa dihargai karena wujud apresiasi tidak melulu reward materi tetapi juga dapat dengan kunjungan rutin para stakeholder baik di lingkup desa, kecamatan maupun kabupaten. Selain pelibatan lintas sektoral dan multi peran dalam masyarakat, Kehadiran fasilitator di masing-masing desa dan fasilitator CLTS yang terlatih tingkat kecamatan tahun 2008-2009, mampu mendorong sistem monitoring untuk percepatan ODF. Budaya masyarakat madura yang masih murni perdesaan, sangat tepat dilakukan pendekatan dengan menggunakan metode CLTS, sehingga perubahan perilaku secara cepat bisa tercapai.Berdasar data per April 2010, Keberhasilan Kabupaten Sampang mencapai 17 Desa ODF dan 7 dusun ODF(di 7 desa), bukan semata-mata kerja sanitarian dan Dinas Kesehatan. Tetapi, yang cukup mengagumkan adalah Jumlah personil Penyehatan Lingkungan (PL) yang amat sedikit, yakni hanya dua orang, khusus membidangi TSSM / STBM hanya 1 orang. Namun mampu memberdayakan fasilitator yang ada, Fasilitator tersebut di dominasi oleh Kader Desa. Mereka dijembatani oleh sanitarian dan PMD kecamatan (Lintas Sektor Kab, Kec, Toma pernah dilatih dalam pelatihan CLTS Th 2008, 2009).Keberadaan kader desa ibaratnya seperti tanah subur yang siap ditanami apa saja. Mereka dibina sebagai salah satu strategi Pemerintah Kabupaten untuk membangun komitmen, mengingat budaya masyarakat Madura yang sangat menghormati tokoh panutan. Adanya tokoh panutan ini memudahkan fasilitator (sanitarian, kec, kab) melaksanakan pemicuan, monitoring, dan membangun komitmen. Budaya yang demikian, sangat cocok dengan pendekatan atau pemicuan yang menggunakan metode CLTS, hingga mencapai status ODF. Masyarakat madura yang masih tradisional (Rural) , sangat mudah menerapkan metode CLTS sehingga perubahan bisa dilakukan dalam waktu yang relative singkat.Proses verifikasi dilakukan seiring dengan kegiatan monitoring, Hal itu, lebih efektif dan efisien. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan, menunjukkan sebagian masyarakat Madura masih mau menggunakan jamban cemplung sehat. Output yang didapatkan (Puskesmas Kamoning) adalah daftar nama seluruh KK dengan kepemilikan jamban (by name by adress). Komitmen Pemerintah kabupaten pun dalam program STBM, bukan main-main. Hal itu terbukti dengan disusunnya Draft Renstra (rencana strategis) yang memasukkan STBM sebagai bagian dari renstra. Bahkan, di dalam renstra itu, berusaha melibatkan lintas sektor terkait (DINKES, BAPEDDA, DEPAG, DIKNAS) dengan komitmen ODF kabupaten sampang di tahun 2015.Dengan dukungan advokasi kepala seksi penyehatan lingkungan dinas kesehatan, bapak Nizam Sutarja, ST, M. Kes beserta kepala puskesmas Ibu dr. Intan Retnosari, mempelopori gebrakan yaitu melakukan pertemuan dengan 10 kepala desa seluruh wilayah puskesmas di kecamatan sampang (Desa Panggung, Pasean, Tanggumung, Gunung sekar, kamoning, Taman Sareh, Pangilen, Pekalongan, Banyumas, Baruh). Komitmen yang di peroleh dari pertemuan (7 desa telah ODF ini), sepakat menandatangani surat keputusan kepala desa bahwa masyarakat Terbebas dari Buang air besar sembarangan serta memberikan sanksi yang telah di tentukan desa (untuk desa panggung memberikan sanksi 1 sak semen, bagi masyarakat yang ketahuan BAB sembarangan). Dari semangat masyarakat untuk hidup sehat inilah, kecamatan memberikan apresiasi Deklarasi ODF yang bertempat di desa Panggung sebagai desa pertama ODF dalam program SToPS. Alim Ulama yang berpengaruh di kecamatan Sampang KH. Muhaimin Abd. Bari dari pondok pesantren Injelan di Desa Panggung kec. Sampang mengatakan bahwa dalam keseharian ceramah di pondok pesantrennya, beliau menyisipkan himbauan “buat jeding, harus di lengkapi dengan jamban”. Hal ini menjadi terapi tersendiri bagi masyarakat kecamatan sampang. Bahwa tokoh panutannya sudah menghimbau hal tersebut, sehingga bagi masyarakat yang belum memiliki, otomatis akan berubah dengan sendirinya.Berkat kerja keras luar biasa dari semua komponen Di kabupaten Sampang, ODF bukan lagi sebuah impian tetapi sesuatu yang real dan dapat terwujud. Sehingga sebagai wujud syukur, 10 Desa di wilayah puskesmas Kamoning berkumpul bersama untuk merayakan “deklarasi sebagai pesta rakyat karena terbebas dari BAB sembarang tempat di Desa Panggung”. Deklarasi diselenggarakan di Depan Balai Desa Panggung yang dihadiri oleh Ketua Tim penggerak PKK (Ibu Bupati Kabupaten Sampang, Bapak Bupati menghadiri lemhanas), Kapolres, Sekda, Kadinkes beserta jajarannya, puskesmas, camat se-kabupaten Sampang, kepala desa seluruh wilayah Puskesmas kamoning, Tokoh alim ulama yang paling berpengaruh dan masyarakat desa panggung. Sebagai wujud cinta budaya ditampilkan pula kesenian masyarakat desa panggung kecamatan sampang, yakni seni pencak silat dan hadrah live yang di tampilkan sebelum dan sesudah kegiatan utama deklarasi serta nyanyikan & yel-yel Kabupaten Sampang yang disampaikan oleh adik2 pramuka. Yel2 ini pula di ungkapkan oleh ibu ketua PKK, yang di ikuti oleh seluruh undangan “WC ku sehat, yes..” Deklarasi ODF 10 desa ini merupakan keberhasilan dari Kabupaten Sampang dalam melaksanakan program SToPS (sanitasi total dan pemasaran sanitasi), karena dari deklarasi ini mampu menunjukkan tingginya pertumbuhan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan sumbangan investasi masyarakat tanpa subsidi yang mencapai angka Rp 4.702.200.000. Investasi ini berupa pembangunan 5.005 jamban setelah pemicuan. Prestasi ini mendapat perhatian khusus dari Pemkab Sampang. Sekkab. Hermanto Subaidi, Ketua TP PKK Sampang Winahyu, Ketua DWP Eni Muharjuni, Kepala Dinkes Drs. Moh. Rifa'i yang hadir menyampaikan rasa bangga dan terima kasihnya kepada warga yang telah mendukung program tersebut. Begitulah indahnya deklarasi sebagai pesta rakyat yang telah berhasil memerangi kebiasaan BAB sembarang tempat dimana hal itu dapat merugikan dan tidak sehat. Harapannya dengan adanya deklarasi tersebut, gaung keberhasilan dapat tersiar ke seluruh desa di penjuru kabupaten Sampang atau bahkan ke kabupaten tetangga di Pulau Madura. Sehingga gerakan memerangi “BAB Sembarang tempat” dapat dilakukan serentak bersama.

MENKES RESMIKAN GERAKAN PASAR SEHAT DAN SENAM BERSAMA MASYARAKAT TANGERANG

Peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) ke-62 tahun 2010 dimeriahkan berbagai kegiatan yaitu peresmian gerakan pasar sehat, senam bersama dan sepeda sehat (fun bike) serta penyerahan 1.000 bibit pohon. Acara diawali peresmian gerakan pasar sehat Bumi Serpong Damai oleh Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dan Menkokesra HR. Agung Laksono dan diakhiri penyerahan seribu bibit pohon kepada Walikota Tangerang, Banten. Kegiatan tersebut sesuai tema global yang ditetapkan WHO URBANIZATION AND HEALTH, dan tema nasional KOTA SEHAT, WARGA SEHAT.Tujuannya, untukmenyatukan langkah, meningkatkan dan memperkuat kerja sama Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Organisasi Kemasyarakatan, LSM, dan organisasi internasional dalam upaya mengarusutamakan pembangunan yang berwawasan kesehatan sebagai program unggulan.Acara yang dihadiri Gubernur Banten, Kepala Perwakilan WHO Indonesia, juga diikuti ribuan masyarakat dari berbagai instansi yaitu Kementerian Kesehatan, karyawan Pemda Kota Tangerang dan Pemda Banten, berbagai instansi lainnya serta warga masyarakat BSD dan sekitarnya.Menkes menyatakan masalah kesehatan di perkotaan lebih komplek dan beragam karena merupakan gabungan antara masalah kesehatan konvensional dan modern, baik dari aspek medis maupun masalah kesehatan masyarakat.Masalah kesehatan konvensional aspek medis meliputi berbagai penyakit infeksi dan menular, kurang gizi, dan penyakit yang terkait dengan lingkungan buruk. Dari aspek kesehatan masyarakat seperti higiene dan sanitasi buruk, serta pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan kurang.Masalah kesehatan modern aspek medis seperti berbagai macam penyakit degeneratif, kelebihan gizi, penyakit/kelainan mental, penyakit kelamin, masalah kesehatan reproduksi, penyalahgunaan obat/ NAPZA dan minuman keras, penyakit karena kekerasan dan kecelakaan. Sedangkan dari aspek kesehatan masyarakat antara lain pemukinan kumuh, pencemaran udara, air dan tanah, serta perilaku menyimpang karena berbagai keadaan tertekan dan faktor stres.Menurut Menkes, munculnya berbagai masalah kesehatan di perkotaan merupakan resultante berbagai faktor tingginya jumlah penduduk yang kurang memiliki akses kesehatan, pengangguran, serta perubahan lingkungan karena tidak dapat menampung akibat arus urbanisasi tersebut. Untuk merespon dampak urbanisasi ini, pemerintah berupaya mengembangkan kota yang berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani.Menkes menegaskan, Indonesia saat ini menghadapi banyak beban (multi burden). Pertama, masih memiliki prevalensi penyakit menular seperti diare dan demam berdarah yang tidak pernah selesai dalam menanggulanginya (unfinished agenda). Sementara itu, berbagai penyakit yang dulunya mulai turun prevalensinya meningkat kembali akibat perubahan iklim atau disebut (reemerging diseases) seperti malaria dan TBC.Selain itu, prevalensi penyakit-penyakit infeksi baru dan penyakit disebabkan oleh gaya hidup (new emerging diseases) juga meningkat seperti flu burung, AIDS, penyakit pembuluh darah dan stroke, Terinspirasi tema global yang ditetapkan WHO URBANIZATION AND HEALTH, Indonesia, memilih tema KOTA SEHAT, WARGA SEHAT sebagai tema Nasional HKS ke-62. Penetapan tema nasional ini untuk mengingatkan semua pihak bahwa dampak urbanisasi terhadap kesehatan sangat bermakna apabila tidak dikelola secara baik serta akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Diabetes dan kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya kedaruratan baik di lingkungan rumah tangga maupun di masyarakat.Masalah itu, masih bertambah perberat karena Indonesia termasuk dalam geografis jalur gempa ditambah lagi adanya perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, maka sering timbul bencana alam maupun bencana karena ulah manusia, kata Menkes.“Saya mengingatkan kembali pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat baik di tingkat rumah tangga maupun di masyarakat. Sebenarnya sejak beberapa tahun lalu telah dikembangkan yang kita kenal sekarang ini Desa Siaga atau Kelurahan Siaga,” kata Menkes.Lonjakan urbanisasi, menurut Menkes, perlu diantisipasi dengan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, perlunya perencanaan kota (urban planning) yang memadai dan dilakukan bersama-sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat termasuk dunia usaha/sektor swasta.Slogan HKS ke-62 “1000 KOTA, 1000 KEHIDUPAN” mengandung makna ajakan dan motivasi agar pimpinan dan para penentu kebijakan dapat merumuskan dan menerapkan kebijakan publik berwawasan kesehatan. Slogan ini sekaligus mengajak dan memotivasi tokoh masyarakat dan penggerak masyarakat untuk bersama masyarakat melakukan aksi peningkatan kesehatan di lingkungan kehidupannya.Peringatan HKS ke-62 tahun 2010 ini merupakan momentum untuk menyatukan langkah, meningkatkan kerjasama, dan memperkuat komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan kabupaten/ kota, organisasi kemasyarakatan, swasta, LSM, dan organisasi internasional dalam upaya mengarus-utamakan pembangunan yang berwawasan kesehatan sebagai program unggulan daerah.Dengan semakin tumbuhnya kota-kota di Indonesia, maka urbanisasi menjadi masalah bagi setiap pemerintah daerah. Semua bertanggung jawab terhadap terwujudnya jaminan kesehatan bagi masyarakat.Menkes menyambut baik kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota yang telah menerapkan kebijakan atau peraturan berwawasan kesehatan seperti penyelenggaraan kabupaten/kota sehat, melaksanakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), perluasan Kawasan Tidak Merokok (KTR) di ruang publik seperti sekolah, pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat ibadah, memperluas ruang publik untuk penghijauan dan kegiatan olahraga serta gerakan pasar sehat. Menkes juga memberi apresiasi kepada kelompok masyarakat yang sangat peduli dengan peningkatan kesehatan, sosial, dan lingkungan seperti komunitas peduli lingkungan, komunitas bike to work dan bike to school. Pemerintah akan terus mendorong dan mengharapkan lebih banyak lagi kelompok masyarakat yang mengembangkan kegiatan-kegiatan inovatif lainnya.
"Marilah Kita Sehatkan Kota dan Warganya, menuju masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan,” tegas Menkes dihadapan undangan yang hadir pada peringatan HKS ke-62.Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail :puskom.publik@yahoo.co.id

Rabu, April 07, 2010

Merokok Sebuah Perilaku yang Irasional

Penulis: Bambang Setiaji

Bagaimana kira-kira tanggapan anda bila anda ditawari oleh seseorang atau iklan tertentu yang gencar menawarkan sebuah produk makanan dan minuman, dimana produk tersebut ternyata dapat menyebabkan anda menderita kanker, dapat menyebabkan anda menderita penyakit jantung, dapat menyebabkan anda impoten, bahkan katanya produk tersebut cenderung makruh dan haram. Produk tersebut juga menawarkan bonus lainnya seperti dapat menyebabkan anda ketagihan dan dapat menyebabkan kebotakan. Bila anda ditawari produk tersebut, mungkinkan anda membeli dan mengkonsumsinya ? Secara rasional tentu kita tidak akan membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Namun bagi produk yang namanya rokok, hal itu ternyata tidak berlaku bagi masyarakat kita.

Konsumsi rokok masyarakat Indonesia ternyata masih cukup tinggi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 (Depkes, 2006) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok tercatat sebanyak 34,44%, terdiri dari merokok setiap hari 28,35% dan kadang-kadang 6,09%. Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa penduduk usia lebih dari 10 tahun yang merokok setiap hari sudah mencapai 23,7%. Secara nasional persentase yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif 25-64 tahun dengan rentang rerata 29% sampai 32%.
Hasil penelitian terhadap sektor informal (Bambang Setiaji, 2006) menunjukkan bahwa 85% tukang ojek mempunyai kebiasaan merokok. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp 7.500,-.Sebagian besar tukang ojek (85%) pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek yaitu 97% merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Menurut sebagian besar mereka (73%) kekhawatiran yang timbul adalah tidak punya uang dan hilangnya kesempatan mencari nafkah. Sebagian besar tukang ojek (86%)mengatakan bila sakit akan mengganggu pekerjaan sehari-harinya, kurang lebih selama 4 hari. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kuranglebih Rp 83.000,-

Data dari profil tembakau Indonesia (2008), menunjukkan bahwa belanja rokok rumah tangga perokok diIndonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian(11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-ratahanya 2%. Pengeluaran untuk rokok lebihdari 5 kali lipat pengeluaran untuk makanan bergizi. Dilihat dari proporsitotal pengeluaran bulanan, belanja rokok mencapai lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan(2,7%).

Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan rakyat Indonesia pada tahun 2007 membakar uang untuk merokok senilai lebih dari Rp 120 triliun (Thabrany, 2008).

Kebanyakan dari perokok tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat oleh produsen rokok agar terus mengkonsumsi rokok demi keuntungan mereka. Propaganda terus dilakukan oleh produsen rokok agar para perokok tetap menggangap kebiasaan merokok sebagai suatu perilaku yang rasional dan umum dilakukan. Padahal sudah jelas perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang tidak rasional dan banyak mudharatnya.

Kamis, April 01, 2010

Kompetensi Sanitarian

Peran, Fungsi dan Kompetensi Yang Harus Dimiliki Oleh Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan
Peran Sebagai Pelaksana Kegiatan Kesehatan Lingkungan Sebagai Pelaksana
Sanitarian mempunyai 4 fungsi.
a. Fungsi 1 : Menentukan komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Mampu mengidentifikasi komponen-komponen yang mempengaruhi kesehatan manusia.
2). Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan prosedur.
b. Fungsi 2 : Melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran komponen lingkungan secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memilih alat dan bahan sesuai dengan kebutuhan.
2). Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan prosedur.
c. Fungsi 3 : Menginformasikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami bentuk-bentuk Penyajian hasil pemeriksaan.
2). Menyajikan hasil pemeriksaan/pengukuran.
d. Fungsi 4 : Menetapkan penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap standar baku mutu sanitasi bersih.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami standar baku mutu sanitasi.
2). Mampu mempergunakan standar sanitasi lingkungan yang tepat.
3). Mampu menegakkan diagnosa lingkungan.

Peran sebagai pengelola kesehatan lingkungan.
Sebagai pengelola, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
a. Fungsi 1 : Menganalisis hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami dampak negatif akibat penyimpangan mutu lingkungan.
2). Menggunakan metoda analisis yang tepat.
b. Fungsi 2 : Menginterprestasikan hasil pengukuran komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Membandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu lingkungan.
2). Menentukan penyimpangan parameter mutu lingkungan.
c. Fungsi 3 : Merancang dan merekayasa Penanggulangan masalah Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami cara Penanggulangan masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
2). Memilih cara Penanggulangan yang tepat.
3). Merancang bangun upaya Penanggulangan masalah lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
d. Fungsi 4 : Mengorganisir Penanggulangan masalah kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami tata laksana Penanggulangan.
2). Mampu menggunakan sumber daya yang ada.
e. Fungsi 5 : Mengevaluasi hasil Penanggulangan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Menentukan kriteria kebersihan Penanggulangan.
2). Menentukan instrumen/alat evaluasi.
3). Menilai kebersihan Penanggulangan.

Peran Sebagai Pengajar, Pelatih dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sebagai pengajar, pelatih dan pemberdayaan masyarakat, sanitarian mempunyai 5 (lima) fungsi.
a. Fungsi 1 : Menginventarisasi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Menyusun instrumen pengumpulan data pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan.
2). Mengumpulkan data pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan.
b. Fungsi 2 : Menentukan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan yang perlu diintervensi.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang sesuai kaidah kesehatan.
2). Memilih bentuk intervensi pengetahuan, sikap dan perilaku.
c. Fungsi 3 : Merencanakan bentuk intervensi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami metoda intervensi.
2). Merancang bentuk intervensi yang kuat.
d. Fungsi 4 : Melaksanakan intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Memahami tata laksana intervensi sikap dan perilaku.
2). Menggali sumber daya di masyarakat.
3). Mengembangkan jaringan kemitraan untuk pemecahan masalah kesehatan lingkungan.
4). Menggerakkan sumber daya.
5). Memberikan alternatif pemecahan masalah.
e. Fungsi 5 : Mengevaluasi hasil intervensi
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Menentukan kriteria keberhasilan intervensi.
2). Menentukan instrumen evaluasi.
3). Menilai keberhasilan intervensi.

Peran Sebagai Peneliti Kesehatan Lingkungan.
Sebagai peneliti, sanitarian mempunyai 2 (dua) fungsi.
a. Fungsi 1 : Menentukan masalah kesehatan lingkungan.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Mengumpulkan data kesehatan lingkungan.
2). Merumuskan masalah kesehatan lingkungan.
b. Fungsi 2 : Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat.
Kompetensi yang harus dimiliki :
1). Mampu membuat usulan penelitian teknologi tepat dalam bidang kesehatan lingkungan.
2). Menggerakkan sumber daya.
3). Menyusun Laporan penelitian.

Peran Provinsi Dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)


Setelah resmi dimulai 15 Maret 2010, program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) terus mengadakan serangkaian kegiatan. Salah satunya adalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) “Peran Provinsi dalam Program PPSP” di Jakarta, 18-19 Maret lalu. Rakernas ini merupakan lanjutan dari beberapa kegiatan sebelumnya yang diselenggarakan TTPS, termasuk Lokakarya Penjaringan minat.
Rakernas dihadiri 9 dari 14 provinsi yang mengikuti program PPSP untuk tahun 2010 ini. Provinsi-provinsi yang hadir tersebut antara lain adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumut, Sumbar, Kaltim, Sumatera Selatan, dan NTB. Rakernas ini merupakan bagian dari upaya advokasi dan peningkatan pemahaman Provinsi tentang peran Provinsi dalam koordinasi, advisory, advokasi, dan fasilitasi Kabupaten/Kota. Rakernas itu dimaksudkan mengetahui sejauh mana kesiapan Provinsi terkait implementasi PPSP dan kesiapan menjalankan peran-peran tersebut.
Dari ajang tersebut bisa dilihat bahwa secara umum Pemerintah Provinsi memiliki pemahaman yang memadai tentang perannya dalam PPSP. Namun demikian, Pemprov masih membutuhkan pendampingan, bantuan teknis, dan bimbingan dari Pusat, termasuk penyediaan fasilitator.
Dalam rakernas itu terungkap berbagai kendala terkait pelaksanaan PPSP, baik terkait aspek kelembagaan, SDM, anggaran, maupun dukungan sarana prasarana bagi fasilitator. Namun dalam forum diskusi, Provinsi-Provinsi berhasil menemukan solusi dan langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Membaca situasi yang berkembang di forum ini dan di lapangan, Pemerintah Pusat merasa optimistis bahwa pelaksanaan PPSP akan mendapat sokongan penuh dari Provinsi-Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. “Untuk itu, Pemerintah Pusat akan bekerja semaksimal mungkin dengan memberikan bantuan teknis, fasilitasi kegiatan di Kabupaten/Kota dan Provinsi, bantuan advokasi, dan bantuan dalam penguatan kelembagaan,” ujar Budi Hidayat, Ketua TTPS. Salah satu kata kunci sukses program PPSP, lanjutnya, adalah terjalinnya kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat melalui PMU/PIU, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Tindak Lanjut Rakernas
Terkait dengan tindak lanjut Rakernas, dalam waktu dekat ini Pemerintah Provinsi mengemban beberapa tanggung jawab yang di antaranya adalah:
1. Mengawal pelaksanaan PPSP di kota-kota pada tahun 2010 dalam:
- Memastikan tersusunnya SSK secara tepat waktu dan sesuai standar; memastikan prosesnya berjalan lancar; dan mengevaluasi prosesnya.
- Mengemban tanggung jawab memfinalisasi kelengkapan Pokja (di Provinsi dan Kabupaten/Pokja); dan meng-advokasi Kabupaten/Kota untuk segera melengkapi/menyiapkan kelengkapan Pokja jika masih ada yang belum lengkap.
- Mengawal penyelesaian Draft Buku Putih pada Akhir Mei 2010 sebelum akhirnya difinalkan pada Juni 2010.
- Mengawal penyusunan Draft SSK yang harus diselesaikan pada November 2010
Terkait hal ini, Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) akan mengeluarkan pedoman dan standar quality assurance.
2. Menyiapkan Kabupaten/Kota yang akan diikutsertakan dalam program PPSP 2011.
- Dua pekan setelah acara Rakernas ini, Pemrov diharapkan dapat menyerahkan daftar Kabupaten/Kota yang diusulkan.
- Provinsi diharapkan dapat memastikan kota yang akan bergabung dalam PPSP telah menunjukkan komitmennya dengan jelas, melalui diterbitkannya SK Walikota, Ditetapkannya Kelembagaan Pokja, Rencana Kerja, dan Anggaran.
3. Khusus untuk Provinsi Jateng, Jatim, dan Sumbar yang sebelumnya sudah terlibat dalam mendampingi kota-kota dalam menyusun SSK, mereka diharapkan dapat memberikan bimbingan pada kota dalam penyusunan Memorandum Program. Kegiatan penyusunan memorandum program ini rencananya akan dimulai April dengan bantuan Kementerian PU melalui PIU Teknis.
Guna membantu efektivitas pelaksanaan PPSP, Pemerintah Provinsi peserta PPSP diharapkan secepatnya menyusun Roadmap PPSP di tingkat provinsinya. Terkait dengan ini. diharapkan Provinsi dapat memfinalisasi Roadmapnya sebelum pertengahan April 2010 dan selanjutnya menyerahkan Roadmap PPSP-nya ke TTPS.sanitasi.or.id