Selasa, Juni 29, 2010

KOMITMEN, KESINAMBUNGAN DAN KONSEKUEN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA SEHAT

Pelaksanaan Pengembangan Kabupaten dan Kota Sehat di Provinsi Jawa Tengah mengacu kepada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan NO. 34/2005 & NO. 1138/MENKES/PB/VIII/2005 Tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah NO. 650.05/19/2007 Tentang Pembentukan Tim Pembina Kabupaten/Kota sehat Tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Dalam rangka pembinaan dan persiapan penjaringan minat kabupaten dan kota dalam penilaian kabupaten dan kota sehat 2011 telah diselenggarakan pertemuan koordinasi kabupaten dan kota sehat Provinsi Jawa Tengah pada 24 Juni 2010.
Harapan yang disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah selaku Ketua Tim Pembina Kabupaten dan Kota sehat Provinsi Jawa Tengah adalah adanya komitmen, kesinambungan dan konsekuensi program kabupaten dan kota sehat antara para stakeholder di Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta adanya sinkronisasi dalam pengembangan kegiatan menuju kabupaten dan kota sehat.

Strategi yang dapat dilakukan adalah:
Kab./Kota terpilih dengan kegiatan spesifik, sederhana, terjangkau, dapat dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia;
Meningkatkan potensi ekonomi stakeholders kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat;
Perluasan kegiatan ke kota lainnya atas dasar adanya minat dari kota tersebut untuk ikut dalam pendekatan Kota Sehat;
Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui Forum dan Pokja Kota Sehat ;
Menggali potensi wilayah dan kemitraan dengan swsata, LSM, pemerintah, legislatif;
Memasyarakatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan ;
Meningkatkan promosi dan penyuluhan ;
Membuat jaringan kerja sama antar kota pengembangan (replikasi) kota sehat

Pengalaman dari Forum Kota Salatiga Sehat sebagai penerima penghargaan Swasti Saba Padapa 2009 adalah (Narasumber oleh Ketua Forum Kota Salatiga Sehat Ibu Rossa D Manopo):
Kelembagaan Forum Kota sehat adalah lembaga independen yang mengakomodir aspirasi masyarakat dalam berperanserta membangun Salatiga Sehat. Kelembagaan ini didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (yang bergerak dalam lingkungan hidup, kesehatan,penanggulangan rokok, narkoba, HIV/Aids, anak jalanan), tokoh masyarakat/agama, pendidik,seniman dan dunia usaha.
Forum Komunikasi tingkat Kecamatan telah terbentuk di semua Kecamatan/empat Kecamatan dan Pokja tingkat Kelurahan telah terbentuk di semua Kelurahan dengan melibatkan/beranggotakan PKK, LSM, Remaja/karang taruna, Foum Kesehatan Kelurahan.
Pembinaan Forum oleh Walikota bersama satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Penjadwalan penilaian Kabupaten dan kota Sehat 2011 adalah:
  • Juli - September 2010 : Persiapan Kabupaten dan Kota.
  • Oktober - November 2010 : Verifikasi usulan Kabupaten dan Kota yang telah mengusulkan penilaian kabupaten dan kota sehat.
  • Desember 2010 : Usulan Kabupaten dan kota untuk dilakukan verifikasi Tim Kabupaten dan Kota sehat Tingkat Pusat.
  • Januari - Februari 2011 :Seleksi Tim Pusat
  • Maret - Mei 2011 : Verifikasi Tim Pusat
    Juni - Juli 2011 : Rapat penilaian hasil verifikasi
  • Agustus 2011 : Penetapan pemenang
  • September 2011 : Penyerahan hasil penilaian kepada Mendagri
  • Oktober 2011 : Pengesahan penerima penghargaan
  • November 2011 : Pemberian Penghargaan
seksipl_2010

Kamis, Juni 24, 2010

KABUPATEN/KOTA SEHAT

Pendahuluan

Perhatian untuk meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan baik di kota maupun wilayah kabupaten merupakan prioritas dalam Agenda 21. Hal tersebut dapat dipahami mengingat pertumbuhan penduduk kota di dunia menunjukkan lonjakan yang cukup fenomenal, sementara kualitas lingkungan cenderung menurun.

Masalah-masalah perkotaan, seperti kepadatan lalu lintas, pencemaran udara, perumahan dan pelayanan masyarakat yang kurang layak, kriminal, kekerasan dan penggunaan obat-obat terlarang menjadi masalah yang digeluti oleh masyarakat perkotaan. Melihat perkembangan fakta tersebut, lingkungan fisik, sosial dan budaya perkotaan berada pada situasi yang rawan. Apabila kecenderungan tersebut tidak dikendalikan, maka ketahanan daya dukung daerah perkotaan akan lemah.

Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial secara terus menerus dengan memberdayakan masyarakat perkotaan, diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mengarah kepada pencapaian kota idaman atau kota sehat yang memberikan keamanan, kenyamanan, ketenteraman dan kesehatan bagi masyarakat perkotaan dalam menjalankan kegiatan kehidupannya.

Pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun 1980-an sebagai strategi menyongsong ‘Ottawa Charter’, yang menekankan kesehatan untuk semua yang dapat dicapai dan langgeng, jika semua aspek sosial, ekonomi lingkungan dan budaya diperhatikan. Oleh karena itu konsep kota sehat tidak hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan semata, tetapi lebih kepada aspek menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, baik jasmani maupun rohani.

Kota Sehat di Indonesia dicanangkan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 26 Oktober 1998. Sejak itu telah tercatat sebanyak 51 kota mengupayakan penyelenggaraan kota sehat, dengan melibatkan para pihak (stakeholders), antara lain Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal, dan Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi.

Departemen Kehutanan mulai dilibatkan dalam pembahasan Kota Sehat pada akhir bulan April tahun 2001. Hal ini mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Departemen Kehutanan dapat menunjang program atau gerakan Kota Sehat, misalnya kegiatan reboisasi/penghijauan, pembangunan hutan kota, pengadaan bangunan resapan air, perbaikan gizi masyarakat di sekitar hutan (PMDH), upaya pengurangan asap, dan sebagainya.

Pengertian

Secara umum pengertian kota sehat adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mendorong terciptanya kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya dan produktivitas, serta perekonomian yang sesuai dengan kebutuhan wilayah perkotaan.

Konsep Kota Sehat merupakan pola pendekatan untuk mencapai kondisi kota/kabupaten yang aman, nyaman dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara optimal sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan perekonomian wilayah (atau lebih bertujuan kepada ‘good governance’). Kota Sehat merupakan gerakan untuk mendorong inisiatif masyarakat (capacity building) menuju hidup sehat.

Tujuan

Tujuan kota sehat adalah tercapainya kondisi kota untuk hidup dengan aman, nyaman dan sehat bagi warganya melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara optimal sehingga dapat mendukung peningkatan produktifitas dan perekonomian wilayah.

Sasaran :

Terwujudnya forum yang mampu menjalin kerjasama antar masyarakat, pemerintah daerah dan pihak swasta, serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujudkan sinergi pembangunan yang baik.

Terselenggaranya upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya yang dapat mengikatkan kesehatan dan mencegah terjadinya resiko penyakit dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya di kota secara mandiri.

Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang adil dan merata bermutu sesuai dengan standar dan etika profesi.

Terselenggaranya pola dan mekanisme kerja yang teransparan antar berbagai pihak yang terkait dalam proses pengelolaan pembangunan kota.

Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi seluruh masyarakat dalam rangka meningkatkan produktifitas dan ekonomi wilayah dan masyarakatnya, sehingga mampu meningkatkan kehidupan dan penghidupan menjadi lebih baik.

Terselenggaranya kinerja pemerintah yang baik yang berorientasi kepada kepentingkan masyarakat luas melalui kebijakan dan pengaturaaan pelaksanaan yang adil dan transparan
.

Kebijakan
Penerapan kegiatan didasarkan kepada pendekatan kota sehat di masing-masing wilayah atas dasar adanya permasalahan yang spesifik yang disusun berdasarkan skala prioritas untuk dipecahkan dan diselesaikan bersama-sama oleh seluruh masyarakat di wilayah tersebut, dan apabila diperlukan difasilitasi oleh pemerintah setempat.

Pendekatan Kota Sehat dimulai dari beberapa kecamatan, sedangkan pendekatan Kabupaten Sehat dimulai dari beberapa desa, sedangkan kawasan dimulai dari beberapa kawasan terbatas dan diharapkan berkembang secara terus menerus dan dinamis sehingga meliputi seluruh daerah perkotaan dan daerah kabupaten, yang kemudian dapat mendorong kota-kota lain untuk meniru dan mengembangkannya.

Kegiatan kota sehat sepenuhnya dibiayai dan dilaksanakan oleh daerah yang bersangkutan dan masyarakatnya dengan menggunakan mekanisme pendekatan Kota Sehat, yaitu dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan prinsip ‘oleh dan untuk masyarakat’. Pendekatan kegiatan kota sehat melibatkan peran aktif masrakat dalam seluruh proses penyelenggaraan pembangunan di daerah, sehingga seluruh potensi masyarakat dapat diberdayakan secara optimal dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pemerintah berperan menyusun kebijakan, strategi dan pedoman umum. Sektor-sektor di propinsi berperan di dalam mengembangkan petunjuk teknis dan standar yang sesuai dengan daerah. Pelaksanaan kegiatan diserahkan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat melalui Forum dan Kelompok Kerja (Pokja) Kota Sehat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat di kota tersebut.

Kegiatan kota sehat pada awalnya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dimulai dari pembentukan Forum Kota Sehat, selanjutnya Forum tersebut membentuk Pokja Kota Sehat berdasarkan kebutuhan terhadap kegiatan yang akan dilaksankan. Sedangkan plaksanaan evaluasi kegiatan kota sehat dilakukan oleh Forum dan Pokja Kota Sehat bersama-sama Pemerintah daerah, LSM, Perguruan Tinggi, media massa selaku pelaku pembangunan.

Strategi :
Beberapa strategi yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan kota sehat di Indonesia sebagai berikut :

Kegiatan dimulai dari beberapa kota terpilih berupa kegiatan yang spesifik, sederhana, terjangkau, dapat dilaksanakan secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggunakan segenap sumber daya yang tersedia.
Meningkatkan potensi ekonomi stakeholders kegiatan yang menjadi kesepakatan masyarakat.
Perluasan kegiatan ke kota lainnya atas dasar adanya minat dari kota tersebut untuk ikut dalam pendekatan kota sehat.
Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui Forum dan Pokja Kota Sehat,
serta pendampingan dari sector terkait untuk dapat membantu memahami permasalah,
menyusun perencanaan dan melaksanakan kegiatan kota sehat.
Menggali potensi wilayah dan kemitraan dengan swasta, LSM, pemerintah, legislatif di dalam
penyelenggaraan kegiatan kota sehat.
Memasyarakatkan pembangunan yang berwawasan kesehatan di dalam mewujudkan kota sehat. Meningkatkan promosi dan penyuluhan agar masyarakat hidup dalam kondisi yang tertib hukum, peka terhadap lingkungan fisik, social dan budaya yang sehat.
Membuat jaringan kerja sama antar kota pengembangan (replikasi) kota sehat.

Indikator Keberhasilan

Untuk mengukur kemajuan kegiatan kota sehat, dibutuhkan indikator yang jelas sehingga semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai sendiri kemajuan yang sudah dilakukan, dan menjadi tolok ukur untuk merencanakan kegiatan selanjutnya. Setiap daerah dapat memilih, menetapkan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing untuk memenuhi indikator tersebut.

Penutup

Memperhatikan konsepsi gerakan kota sehat tersebut, tampak bahwa gerakan kota sehat merupakan pendekatan ‘multi stakeholders’, sektor pemerintah dan swasta)ikut aktif/ berpartisipasi sesuai dengan bidang tugasnya. Partisipasi tersebut dalam tahap awal dapat berupa upaya untuk mempromosikan/ menginformasikan kegiatan-kegiatan yang telah dan akan dilakukan, yang dapat menunjang gerakan kota sehat, serta menselaraskan kegiatan dengan sektor lain yang secara bersama-sama dapat mewujudkan kota sehat.

Selasa, Juni 15, 2010

SEPULUH KECAMATAN DI GROBOGAN BEBAS DARI BUANG AIR BESAR DI SEMBARANG TEMPAT

GROBOGAN- Plan Indonesia Program Unit Grobogan bekerja sama dengan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Kabupaten Grobogan melaksanakan pencanangan program sepuluh kecamatan di Grobogan bebas Buang Air Besar (BAB) sembarangan.

Pencanangan ini ditandai dengan penandatanganan deklarasi sepuluh kecamatan bebas BAB sembarangan oleh Wabup Icek Baskoro beserta sepuluh camat di Gedung Riptaloka Setda Grobogan, kemarin.
’’Pemkab mendukung penuh upaya Plan Indonesia Grobogan dalam memberdayakan masyarakat dengan menyadari pentingnya BAB di jamban yang standar dan tidak menyebabkan penyakit.

Dengan program ini diharapkan akan menekan angka penderita diare dan penyakit lainnya yang disebabkan kurang terurursnya lingkungan sekitar masyarakat,’’ kata Wabup Icek Baskoro pada acara yang dihadiri Nugroho Tri Utomo dari Direktorat Pemukiman dan Perumahan Bappenas, dan Atang Saputra dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Melalui program dua tahun ini, Plan Indonesia menargetkan masyarakat di 153 desa pada 10 kecamatan yaitu, Kradenan, Penawangan, Klambu, Tawangharjo, Tegowanu, Brati, Wirosari, Kedungjati, Godong, dan Karangrayung bebas BAB sembarangan. Pada survai yang dilakukan pada Tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan, masyarakat di sepuluh kecamatan tersebut yang memiliki jamban kurang dari enam persen.

’’Target yang akan dicapai bukan membangun jamban tetapi PERUBAHAN PERILAKU masyarakat supaya melakukan BAB dengan benar dan sehat,’’ kata Eka Setiawan, WASH Program manager Plan Indonesia didampingi Program Unit Manager Plan Indonesia Grobogan, Lukas Kristian.

Diare
Menurut Lukas Kristian, saat ini Plan Indonesia Grobogan telah berhasil melaksanakan program seratus persen bebas BAB sembarangan di dua desa, yaitu Desa Gunung Tumpeng Kecamatan Karangrayung, dan Desa Panimbo Kecamatan Kedungjati. Keberhasilan program di dua desa tersebut menjadi acuan bagi pelaksanaan program serupa di 153 desa yang ditunjuk.

’’Menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan, di Grobogan pada Tahun 2007 hanya 21 persen dari masyarakatnya yang membuang BAB dengan benar. Hal itu berpengaruh terhadap jumlah penderita diare yang mencapai 12,4 persen, padahal untuk skala nasional hanya sembilan persen,’’ kata Atang Saputra.

Nugroho Tri Utomo dari Bappenas menuturkan, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana triliyunan rupiah untuk program bebas BAB sembarangan bagi 70 juta masyarakat atau 30 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Diharapkan Tahun 2014, Indonesia bebas BAB sembarangan. (K11-14-suara merdeka)

Kamis, Juni 10, 2010

PERMINTAAN FOTO KEGIATAN PEMICUAN DI MASYARAKAT



Kepada Pengelola Pamsimas Komponen B Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah

Mohon agar mengirimkan foto/dokumentasi kegiatan pemicuan/CLTS di masyarakat tahun 2010, 2009 dan 2008 masing masing 2 foto berupa kegiatan pemetaan pada saat pemicuan di masyarakat dan sarana sanitasi yang terbangun dari masing masing desa. File dikompress dan diberi nama keg dan nama desa dikirim ke pamsimaskes@gmail.com tembusan pasmsimaskesjateng@gmail.com"

Sabtu, Juni 05, 2010

DANA MILIARAN RUPIAH UNTUK KABUPATEN DAN KOTA YANG MEMILIKI STRATEGI SANITASI PERMUKIMAN

Pemerintah pusat menyediakan dana ratusan miliar rupiah bagi program pembangunan sanitasi di kabupaten/kota. Dana dalam jumlah besar itu berbentuk hibah. Setiap kabupaten/kota bisa mendapatkan dana tersebut dengan terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Dana dari AusAID ini mencakup dua program yakni Percepatan Pembangunan Sanitasi (P2S)/IEG dan Hibah Air Limbah Terpusat/ WSI. Program tersebut diutamakan bagi kegiatan berskala besar/komunal dan bukan individual.
Untuk memperolehnya, kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan umum yakni 1) mempunyai dokumen SSK (Strategi Sanitasi Kota) atau RPIJM dengan kejelasan program; dan 2) adanya alokasi dana APBN pada tahun anggaran 2010 untuk kegiatan pembangunan air limbah, persampahan , dan air minum yang mengacu pada dokumen SSK atau RPIJM.
Selain itu kabupaten kota harus memiliki kesiapan pelaksanaan di antaranya: a) DED dan Amdal; b) Kesiapan lahan; c) Rencana Pengadaan; d) Rencana Penyerapan Dana; e) Rencana Institusi Pelaksanaan Kegiatan pada Masa Konstruksi dan Institusi Pengelola Sistem yang akan dibangun (pasca konstruksi). Siap atau tidaknya daerah akan dinilai oleh Tim Indii dari AusAID.
Sebagai gambaran, program Hibah Air Limbah Terpusat mencakup program perluasan jaringan bagi kota – kota yang telah memiliki sistem pengelolaan air limbah, dengan sistem pengukuran kinerja/Output Based. Dalam hal ini Pemda harus mengalokasikan dana APBD/APBD-P TA 2010 untuk melaksanakan pembangunan terlebih dahulu juga memiliki Perda Penyertaan Modal Pemerintah Daerah (PMPD) untuk PD PAL/PDAM.
Besaran hibah ditentukan berdasarkan hasil penilaian, dengan ketentuan: Rp 5 juta per sambungan pelanggan (sistem institusi) dan Rp 2 juta per sambungan pelanggan (sistem komunal). Pelayanan diutamakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (Luas bangunan permanen 60 – 100m2 dan daya listrik 900 – 1300 watt).
Sedangkan dalam program P2S, khusus bidang persampahan, alokasinya diperuntukkan bagi revitalisasi TPA Sampah; pembangunan transfer depo, stasiun pengumpul sampah atau tempat pengelolaan dan pengolahan sampah terpadu; dan tidak diperuntukkan bagi pembelian peralatan tidak bergerak untuk operasional TPA dan proses daur ulang sampah yang dikelola oleh masyarakat.
Di bidang air limbah, dana itu bisa dialokasikan bagi pembangunan IPAL baru skala kawasan/komunal yang dikelola oleh masyarakat; pembangunan IPA/septic tank komunal berbasis masyarakat; dan optimalisasi /rehabilitasi/up grading IPLT dan IPAL.
Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Susmono, menjamin semua dana yang dikeluarkan oleh Pemda nantinya akan diganti oleh pemerintah pusat melalui dana hibah tersebut. “100 persen akan diganti,” katanya di hadapan peserta City Sanitation Summit VII di Bukittinggi, 19-21 Mei 2010. Dana itu akan disalurkan hingga Juni 2011.
Proses
Nah, bagaimana Pemda bisa menarik dana tersebut? Pemda terlebih dahulu harus mengajukan surat minat kepada Ditjen Cipta Karya (DJCK). Surat minat tersebut berisi kegiatan yang sudah siap dilaksanakan pada TA 2010 dari dokumen SSK dan RPIJM. Surat itu dialamatkan ke Direktur Bina Program, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.
Dokumen tersebut nantinya akan diverifikasi oleh DJTK dan Tim Indii. Jika, sudah OK, DJCK akan mengajukan usulan kota ke Kementerian Keuangan. Setelah itu akan terbit surat persetujuan penetapan penerima hibah oleh DJ PK, Kementerian Keuangan. Barulah kemudian pelaksanaan kegiatan. Setelah ada verifikasi oleh konsultan independen, dana hibah itu akan dicairkan dan masuk ke kas daerah. MJ.sanitasi.or.id

Selasa, Juni 01, 2010

PROGRAM PERCEPATAN SANITASI PERMUKIMAN

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) adalah sebuah roadmap pembangunan sanitasi di Indonesia. Program ini digagas oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) dengan mempromosikan strategi sanitasi kota (SSK) sebagai cetak biru bagi pembangunan sanitasi komprehensif di kawasan perkotaan. Roadmap ini akan diterapkan secara bertahap di 330 kabupaten/kota di seluruh Indonesia mulai 2010 hingga 2014.

Di samping untuk mengejar ketertinggalan dari sektor-sektor lain, roadmap sanitasi juga dimaksudkan untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia memenuhi tujuan-tujuan Millennium Development Goals (MDGs). Khususnya yang terkait dengan Butir 7 Target ke-10 MDG, yakni “mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak punya akses berkelanjutan pada air yang aman diminum dan sanitasi yang layak pada tahun 2015.” Target ini bisa dipenuhi secara kuantitif, tetapi secara kualitatif layanan yang tersedia masih belum memadai.

PPSP atau roadmap sanitasi merupakan muara berbagai aktivitas terkait pembangunan sektor sanitasi yang berlangsung beberapa tahun terakhir. Dimulai dengan Konferensi Sanitasi Nasional, November 2007, yang merintis kesepakatan langkah-langkah penting pembangunan sanitasi seiring pencapaian MDGs, penyelenggaraan International Year of Sanitation, 2008, yang mampu meningkatkan kesadaran dan komitmen pemerintah pusat dan daerah, dan Konvensi Strategi Sanitasi Perkotaan, April 2009, yang berhasil mengidentifikasi isu-isu terkait sektor sanitasi dan memperkenalkan pendekatan strategi sanitasi kota yang lebih praktis.


PPSP diarahkan pada upaya memenuhi tiga sasaran, yakni:
Menghentikan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) pada tahun 2014, di perkotaan dan pedesaan.
Pengurangan timbunan sampah dari sumbernya dan penanganan sampah yang ramah lingkungan
Pengurangan genangan di 100 kabupaten/kota seluas 22.500 hektar.