Minggu, September 19, 2010

World Vision Indonesia Kampanye "MDGs"

Antara - Senin, 20 September
Jakarta (ANTARA) - World Vision Indonesia aktif berpartisipasi dalam "Kampanye Bangkit-Beraksi-Bersuara untuk MDGs" untuk mengurangi risiko kematian ibu dan balita, penurunan laju penderita HIV/AIDS, serta peningkatan akses terhadap air bersih.
"Kampanye ini kami harapkan menjadi ajang komitmen untuk bergerak bersama dan melibatkan semua pihak mempercepat pencapaian MGDs, khususnya butir 5 yaitu mengurangi rasio kematian ibu dari 228 per 100.000 kelahiran hidup," kata Asteria Aritonang, Campaign Director World Vision Indonesia di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan, Pemerintah Indonesia hanya memiliki waktu lima tahun lagi untuk mewujudkan janji mengurangi 3/4 kematian ibu dan 2/3 kematian balita. Jika tidak ada tindakan segera, tidak kurang dari satu juta balita dan ibu melahirkan (950 ribu balita, 60 ribu ibu melahirkan) akan meninggal dalam 5 tahun ke depan.
Kampanye ini mendorong para pemimpin dunia yang akan berkumpul di MDGs Review Summit, 20-22 September 2010 di New York, membawa suara rakyat yang menuntut percepatan pencapaian delapan MDGs 2015.
Kampanye serupa sudah dilakukan World Vision Indonesia dengan menginisiasi pencanangan Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) pada Juni lalu, yang diresmikan Menko Kesra Agung Laksono, lewat Komite Pengarah dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sekretaris Eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS, dan dua lembaga nonpemerintah, Sentra Laktasi Indonesia dan World Vision Indonesia.
Gerakan ini berfokus di 11 provinsi yang mencatat angka kematian balita tertinggi di Indonesia, yaitu Sulawesi Barat, Maluku, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sumatera Utara, Bengkulu dan Papua.
Dalam pertemuan UN MDGs Review Summit di New York, pemerintah Indonesia akan menyampaikan bahwa hanya ada tiga target yang mungkin tidak dapat dicapai Indonesia, yaitu penurunan kematian ibu, penurunan laju penderita HIV/AIDS, serta peningkatan akses terhadap air bersih.
"Namun sebenarnya target lainpun bisa saja tidak tercapai karena angka kematian balita terkait erat dengan angka kematian ibu, tingkat laju perkembangan HIV dan AIDS, serta akses keluarga pada air bersih," ujarnya.
Ia menambahkan, upaya World Vision Indonesia di berbagai provinsi wilayah kerjanya yang juga provinsi dengan angka kematian balita tertinggi di Indonesia, antara lain menginisiasi rangkaian loka karya dengan melibatkan pemerintah kabupaten/kota serta pemangku kepentingan setempat.
Masalah utama yang dihadapi pemerintah saat ini adalah alokasi dana yang kurang optimal untuk kesehatan ibu dan anak, ketergantungan pada dana pusat, penyerapan anggaran kesehatan yang lambat di tingkat daerah, dan distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, mayoritas di kota besar sampai kota kabupaten.
"Melalui Kampanye Bangkit-Beraksi-Bersuara untuk MDGs, rakyat Indonesia mendorong dan meminta pemerintah menghasilkan rencana kerja bersama yang terarah dan terukur di masing-masing daerah dengan angka kematian balita tertinggi, sehingga target MDGs bisa tercapai pada 2015," imbuhnya.
World Vision Indonesia adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang bekerja untuk menciptakan perubahan berkelanjutan pada kehidupan anak, keluarga, dan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.
World Vision melayani semua orang tanpa membedakan agama, ras, suku atau jender. Dalam skala global, World Vision melayani masyarakat di 98 negara selama 60 tahun dan mendukung lebih dari 100 juta orang dan 3,4 juta anak dampingan.
Usia pelayanan World Vision di Indonesia telah mencapai 50 tahun, mencakup 1.400 desa yang terbentang mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai ke Papua. Saat ini, lebih dari 90.000 anak mendapat dukungan dari program yang dilaksanakan. Sekitar 6.000 anak didukung oleh masyarakat Indonesia, melalui mitra lokal Wahana Visi Indonesia.
World Vision hadir di Indonesia melalui kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Sosial.Yahoo.com

Sabtu, September 18, 2010

JAMBAN

Kita berdomisili disuatu wilayah pemukiman, sebut saja wilayah itu setingkat dengan desa atau kelurahan. Pernahkah kita befikir berapa jumlah rumah di wilayah kita yang memiliki jamban, dan berapa jumlah rumah yang belum memiliki jamban. Bila rumah yang memiliki jamban melebihi 80% dari jumlah rumah yang ada, berarti wilayah tersebut termasuk wilayah yang cukup baik dalam hal pembuangan kotoran manusia.

Bagi rumah yang belum memiliki jamban, sudah dipastikan mereka mereka itu memanfatkan sungai, kebun, kolam, atau tempat lainnya untuk buang air besar (BAB). Bagi yang telah memiliki jamban bisa dipastikan BAB di jamban. Tapi tidak selalu begitu , terkadang walaupun memiliki jamban ada sebagian kecil yang masih BAB di tempat lain, karena alasan tertentu.
Dengan masih adanya masyarakat di sutau wilayah yang BAB sembarangan, maka wilayah tersebut terancam beberapa penyakit menular yang berbasis lingkungan diantaranya : Penyakit Cacingan, Cholera (muntaber),
Diare, Typus, Disentri, Paratypus, Polio, Hepatitis B dan masih banyak penyakit lainnya. Semakin besar prosentase yang BAB sembarangan maka ancaman penyakit itu semakin tinggi itensitasnya. Keadaan ini sama halnya dengan fenomena bom waktu, yang bisa terjadi ledakan penyakit pada suatu waktu cepat atau lambat.
Sebaiknya semua orang BAB di jamban yang memenuhi syarat, dengan demikian wilayahnya terbebas dari ancaman penyakit penyakit tersebut. Dengan BAB di jamban banyak penyakit berbasis lingkungan yang dapat dicegah, tentunya jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Kalau membahas soal jamban maka tentunya harus lengkap dengan sarana
Air Bersih untuk menunjang keberlangsungan pemanfaatan jamban.
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan atau sayarat Sanitasi adalah sebagai berikut :
Kotoran tidak dapat dijangkau oleh binatang penular penyakit, seperti : Kecoa, tikus, lalat dll.
Tidak menimbulkan bau
Kotoran ditempatkan disuatu tempat, tidak menyebar ke mana mana
Tidak mencemari sumber air bersih
Tidak menggangu pemandangan/estetika
Aman digunakan
Untuk memenuhi syarat no.1 dan 3, maka kotoran ditempatkan di satu tempat, bisa lobang jamban atau septik tank, ukuran volumenya disesuaikan dengan kebutuhan atau jumlah pemakai. Untuk memenuhi syarat no 1 dan 2, maka digunakan kloset yang dilengkapi leher angsa, dimana pada leher angsa akan tergenang air utnuk mencegah bau yang timbul dari lobang jamban atau septic tank, dan mencegah masuknya binatang binatang seperti lalat, kecoa, nyamuk, tikus dll. Untuk memenuhi syarat no. 4 , dalam membuat jamban terutama lokasi lobang jamban atau septic tank atau lobang resapan dibuat sejauh mingkin dari sumber air yang ada misalnya
Sumur Gali dsbnya, atau setidak tidaknya tidak kurang dari 10 meter jarak antara sumur dan lobang jamban. Sedangkan untuk memenuhi syarat no 5 dan 6 , hendaknya jamban dibuat dari bahan bahan yang memadai baik kekuatannya maupun konstruksinya dibuat sedemikan rupa agar kelihatan indah dan rapi.
Jangan lupa pemeliharaan jamban perlu dibiasakan setiap hari, misalnya membersihkan dan menyikat lantai agar tidak licin, menguras bak air agar terhindar dari penyakit
Demam Berdarah Dengue, siram kloset dengan air secukupnya setelah digunakan, tidak membuang sampah, puntung rokok, pembalut wanita, air sabun, lisol kedalam kloset.
Sudahkah rumah anda memiliki jamban, kalau sudah gunakan jamban dengan baik sebab dengan BAB di Jamban banyak penyakit yang dapat dicegah. Bagi yang belum memiliki jamban, agar tidak BAB disembarang tempat, sudah saatnya merencanakan untuk membuat jamban agar lingkungan kita sehat dan terhindar dari ancaman penyakit menular berbasis lingkungan.Abahjack.com